MAKLUMATNEWS.NET(PADANG)- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar melakukan evaluasi pelaksanaan pilkada 9 Desember 2015, guna bisa memberikan rekomendasi terkait revisi UU pilkada (PKPU). Seluruh aturan yang semestinya berkaitan dengan temuan implementasi di lapangan serta masalah-masalah yang muncul akibat ketidakpastian aturan akan digali secara dalam.
Sebagaimana dikatakan, Komisioner KPU Sumbar Muftie Syarfie, Dari hasil evaluasi ini akan diberikan sebagai rekomendasi untuk KPU RI.
KPU akan melakukan kajian-kajian berdasarkan empiris (pengalaman) pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2015. Pihaknya juga akan membedah aturan yang semestinya berkaitan dengan temuan implementasi di lapangan, serta masalah-masalah yang muncul akibat ketidakpastian aturan itu.
Kemudian, ada juga aturan sudah dilaksanakan tetapi pemahaman pada tingkat bawah seperti KPPS dan PPS cukup merumitkan dalam sisi administrasi, sehingga menyulitkan KPU untuk menghimpun atau mencari feedback dari pelaksanaan aturan. Salah satu contoh, daftar pemilih yang banyak kategorinya yakni DPT, DPTb 1, DPTb 2, sehingga merepotkan bagi anggota.
“Misalnya, orang yang masuk dalam DPTb 1 adalah orang yang tidak terdaftar dalam DPT, dan banyak kasus yang terjadi di bawah bahwa ada yang tidak mengisi DPTb 1 atau mencampur adukkan dengan DPTb 2. Hal seperti ini yang menyulitkan kami, jika akan menjadikan itu bahan bukti di Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada perkara,” jelasnya.
Hal tersebut menurutnya bukan karena aturannya, tapi waktu yang diperlukan untuk melakukan sosialisasi tentang kategori-kategori daftar pemilih yang selalu tidak cukup karena selain dari jumlah KPPSnya banyak, biaya Bimtek cukup tinggi, dan apalagi waktu yang tersedia sangat pasif.
“Kemudian, kekuatan dari KPU adalah administrasi dan informasi kepemiluan itu sendiri namun kadang-kadang pada administrasi KPU juga keteteran ketika aturan yang terlalu jelimek yang mengharuskan kami membuat administrasi sedemikian rupa,” ulasnya.
Untuk itu, ke depan ia berharap dengan penyempurnaan Undang-undang ke depannya ada hal-hal yang memang berdasarkan empiris penyelenggara bukan hanya kemauan politik tertentu yang dinilai menyulitkan pihaknya. Kemudian, misalnya aturan yang ada namun kewenangan alat kontrolnya tidak berada pada KPU.
Terkait sanksi untuk para penyelenggara tingkat bawah seperti PPK atau PPS yang melakukan kelalaian dalam pelaksanaan, ia mengatakan untuk pemberian sangsi agak rumit karena ada beberapa persoalan. Diantaranya pada saat rekruitmen keterbatasan SDM, syarat usia anggota, keterbatasan referensi dan beberapa hal lainnya.
“Kemudian persyaratannya, kenapa tidak membenarkan mahasiswa dibidang ilmu yang ada tapi masalahnya terganjal pada usia,” pungkasnya. (SON/CK/lK)